Ulasan Novel “Haji Backpacker” karya Aguk Irawan MN

| Jumat, Juli 01, 2016

Sekilas dari halaman cover sudah membuatku tertarik dengan novel ini. Bagaimana tidak, dengan modal dibuatkan film inspirationalnya yang diproduksi di sembilan negara(Indonesia, Thailand, Vietnam, China, India, Tibet, Nepal, Iran, Saudi Arabia), seperti yang diceritakan kisah dalam novelnya sendiri. Judulnya pun sudah membuat penasaran. Kok ada haji kemana-mana pake backpacker. Dalam imajinasiku ini tokohnya pasti bersorban putih mau naik gunung. Hehe..

Novel ini berkisah tentang Mada, bujangan yang taat sekali pada aturan agama yang dianutnya, Islam. Ia tak pernah ketinggalan shalat, membaca dan menghafal Al-quran, bersedekah, dll. Ia selalu tunduk pada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Namun beberapa peristiwa yang ia alami membuat keyakinannya goyah akan kebesaran Allah.

Mada meminang seorang perempuan bernama Sofia, yang tak lain adalah teman masa kecilnya. Namun sebelum upacara peminangan dimulai, ia mendapati Sofia tak ada di ruang pengantin. Sofia telah pergi entah kemana. Pernikahannya pun gagal. Hal ini membuat jiwanya terguncang. Sama seperti beberapa waktu lalu akibat ibunya meninggal dunia. Mada merasa kembali terpukul. Ia sudah menjalankan seluruh perintah agama, namun tak merasa mendapat balasan yang setimpal dari Tuhannya. Keputusan untuk pergi meninggalkan rumah dan perintah agama membuat ayahnya terpukul. Dari sanalah ia memulai perjalanan panjang yang tak terduga dari berbagai negara.

Mada berubah menjadi liar. Tak gentar pada ancaman apapun yang datang meskipun ia berada di negeri orang. Yang ia tahu, ia hanya ingin berlari. Berlari dari kenyataan, berlari dari Tuhan. Kakak perempuannya, Mala, pernah menjemputnya di Thailand dan mengajaknya untuk pulang ke Indonesia. Sekaligus memberitahukan bahwa ayah tak henti-hentinya memikirkan dan merindukannya. Mada tetap tak mau pulang. Akhirnya Mala mengabarkan bahwa ayahnya pergi menunaikan haji dan juga pergi selamanya ke rahmatullah. Mada pun semakin berlari tak tentu arah. Ia tak mau tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri.

Pertemuannya dengan berbagai teman seperti Glen –teman suka dan duka ketika Mada dalam keadaan kacau, Marbel -yang mengingatkannya akan sosok Sofia, Guo Yuchian –ulama di China pelosok yang menemukannya sakit parah, Suchun –anak Guo Yuchian yang lembut hatinya, Syaukh Salahuddin –guru besar yang membimbingnya menuju cahaya kejelasan, serta tokoh-tokoh lainnya yang menyadarkan dirinya untuk kembali pada Sang Pencipta. Pada akhirnya ia paham, bahwa rangkaian peristiwa yang ia alami bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sudah direncanakan Allah karena Ia masih menyayanginya. Perjalanannya pun berakhir di tanah suci mekah menunaikan ibadah haji setelah mengunjungi kediaman terakhir ayahnya di sana.

Menurut pendapatku, secara setting, novel ini cukup menarik karena memberikan pengetahuan tertentu bagi pembaca mengenai keadaan di negara-negara yang sudah dilintasi Mada. Pemilihan kata saat menjelaskan keadaan mendebarkan juga mampu membuat saya ikut merasakan kekhawatiran pada suasana dan nuansa cerita.

Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penulis sebelum menerbitkan bukunya. Aku merasa kurang puas dengan bumbu-bumbu penyedap kisahnya. Penulis sering sekali menambahkan cerita mimpi Mada, lamunan Mada, dan flashback cerita kemudian kembali lagi ke cerita utama beberapa kali. Hal ini membuatku agak kebingungan. Aku seringkali kehilangan keutuhan runtutan cerita sehingga harus bolak balik membaca.

Konflik yang diusung dalam novel ini adalah konflik batin Mada yang terpuruk atas peristiwa yang dialami lalu menyalahkan Tuhan. Dari segi logika, menurutku kurang sreg jika konflik besar (dengan Tuhan) seperti ini bisa disebabkan hanya karena putus cinta dan kehilangan ibu. Padahal ia dan keluarganya taat beragama. Juga jika hanya karena perempuan, kok, kedengarannya agak lebay gitu, ya. Hehehe.. mungkin pemilihan diksi penulis kurang greget sehingga membuat tafsiranku seperti itu.

Dan yang paling fatal adalah banyak sekali ditemukan typo(salah ketik) dalam penulisannya. Hampir di setiap lembar selalu aku temukan typo. Margin penulisan juga tidak diatur menjadi Justify, tapi Align Text Left (rata kiri) sehingga membuat tampilan bacaan menjadi kurang rapi. Kedua hal ini membuat mataku agak risih dan terganggu. Kenyamanan pembaca dalam tampilan penulisan juga perlu diperhatikan.

Meski begitu, aku tetap membacanya sampai lembar terakhir. Secara keseluruhan novel ini cukup baik untuk dijadikan referensi bacaan pengetahuan. Apalagi dibonusin CD bimbingan manasik haji dan umrah. Bermanfaat sekali. Meskipun ulasanku agak sedikit pedas bukan berarti aku pandai membuat novel. Namun aku mengulas dari segi sebagai pembaca. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama belajar memetik pelajaran yang ada, mengambil manfaatnya dan membuang yang buruknya.


2 Juli 2016 – 10.15

4 komentar:

Next Prev
▲Top▲