Newest Post

Munggahan Galunggung 2016

| Jumat, Juli 01, 2016
Baca selengkapnya »

Menyambut datangnya bulan suci Ramadan (dalam Bahasa Sunda biasa disebut Munggahan) tahun 2016 ini, kami merencanakan pergi mendaki. Tapi pendakian ini berkategori ringan. Maksudnya ngga nginep, juga gunungnya ngga tinggi alias tempat wisata bertangga. Yep! Gunung Galunggung, Tasikmalaya-lah tujuan kami.

Aku, Teipitutut, Tiwi, Fitri, dan Zian (teman Fitri), berangkat pagi bertemu di area parkiran sekitar jam 10 pagi. By the way, lokasi tempat parikirannya baru digarap sepertinya. Mungkin sudah antisipasi Munggahan akan banyak pengunjung membludak datang kesana. Lokasinya ada di bawah parkiran utama, berjarak sekitar 500 meter. Parkiran baru ini dikhususkan untuk pengendara motor, sedangkan untuk pengendara mobil berada di parkiran utama. Lalu bagaimana cara kita menjangkau parkiran utama dari parkiran baru ini? Tentu saja. Tangga baru!!! Tangga utama aja udah bikin tulang bengek, lah ini ketambahan tangga baru yang masih tanah berpijakan ditahan sama bambu. Tapi tetep semangat melaju ke puncak, yah!

Setelah beratus-ratus anak tangga dilewati, akhirnya jam 11 lewat kami sudah berada di puncak. Beristirahat sekitar 5 menit kemudian melanjutkan perjalanan menuju kawah. Kami berencana membangun tenda dan makan-makan di sana. Untuk sampai ke kawah kami harus memutar area puncak ke arah barat dan turun melewati jalan berpasir. Eits, hati-hati ya turunnya. Selain agak licin, kalian juga bisa membawaoleh-oleh kerikil ketika turun dari sana. Saat turun, langkahkanlah kaki menggunakan tumit agar tidak nyorodot (red:terpeleset). Perjalanan pun akan terasa seolah kalian bermain ice-skating. Heheh... oh ya, karena ga ada tongsis, bahan alami pun disulap sedemikian rupa menjadi alat bantu eksis bersama (kayu) :D
Area berpasir untuk turun ke kawah Gunung Galunggung

Tongsis tren 2016, katanya...

Setelah sampai di spot yang nyaman, kami langsung menyingkapkan tenda dan mempersiapkan makanan. Saatnya bakar ikan. Rujak. Makaaaan. Yeaaaahhh!!!..

Seksi konsumsi beranggotakan ibu Fitri dan mbak Zian :D

mbak Tiwi sedang bersungguh-sungguh mengulek cabai pedas sebagai akibat pelampiasannya atas perlakuan dosen pembimbing yang menyebalkan beberapa bulan lalu *eh

Ikannya banyak gaya. Udah mau dimakan aja pada kumpul minta eksis dulu.

bakar kayuuu.. eh, bakar ikaaaaan....


Perut buncit, tas bawaan kempes. Haha.. karena udah pada ngga muat dimasukkin perut lagi, akhirnya rujak dibagikan ke orang yang lewat oleh Ms. Tiwi ahli menawarkannya. Hehe.. Istirahat sekitar 30 menit. Jam 3 sore langsung beres-beres lagi bongkar tenda dan packing peralatan beserta sampah. Pelajaran terpenting saat mendaki: jika tak mau membersihkan sampah di gunung, setidaknya bawa kembali sampah yang telah kau bawa. Yukk ah eksis dulu..


Baru nyampe puncak lagi, kami sudah dibuat panik sama kelakuan Fitri. Ia baru sadar tadi meninggalkan kunci motor menggantung di parkiran. Ia dan Zian turun paling depan, ingin cepat-cepat memeriksa apakah kunci masih menggantung disana, atau disimpan tukang parkir, atau mungkin sudah raib bersama dengan motornya. Hari sudah mulai gelap. Dari atas puncak terlihat parkiran bawah sudah lengang oleh motor, sepertinya tinggal motor kami yang terparkir. Yang lain sudah pulang semua. Terlihat Jidou masih bertengger di sana. Tapi ngga jelas apakah motor Fitri ada di sampingnya.

Kami bertiga segera menyusul Fitri di parkiran bawah. Alhamdulillah ternyata motornya masih ada. Kunci ditemukan oleh tukang parkir dan disimpan dengan aman. Bisa gawat kalo ilang tu motor. Masa dia pulang pake ngesot. Hehe..



Zian (mungkin) sedang eksis dengan motor tumpangannya yang selamat. Hehe..
5.30 kami berpisah di tempat parkiran menuju kediaman masing-masing. Aku nganterin teh Ayu dulu ke Ciamis. Maghrib dijalan. Nyampe rumah jam 7. Dan langsung tepar..

Thank you for this fun day, friends. Semoga puasa kita esok selalu diberkahi Allah selama satu bulan penuh. Aamiin ya rabb..

Munggahan Galunggung 2016

Posted by : Julina
Date :Jumat, Juli 01, 2016
With 0komentar
Tag : ,

Ulasan Novel “Detektif Louisa&Daniel: Misteri kematian Dokter Ford” karya Yhanth Nurmala

|
Baca selengkapnya »

Yeaayy.. kali ini aku akan mengulas novel bergenre miteri/teka-teki. Seneng banget punya koleksi genre ini, meskipun baru bertengger satu. Mudah-mudahan kalo ada rejeki lagi bisa numpuk deh misteri/teka-teki semua. Huehehe...

Mengisahkan Louisa, seorang detektif muda, yang baru saja ditinggal mati ayahnya (Dokter Christian Ford), seorang dokter ternama di Rumah Sakit Santa Cruz. Dr. Ford ditemukan tewas di ruang kerjanya. Polisi menutup peristiwa ini sebagai kasus kecelakaan biasa. Namun Daniel (rekan kerja Louisa sekaligus sahabat dari Dr. Ford) menganggap terlalu ganjil bila disebut sebagai kasus kecelakaan biasa. Maka ia diam-diam melakukan analisa kasus tersebut bersama Louisa. Karena seringkali bersama Daniel, orang-orang sekitar Louisa menganggap mereka mempunyai hubungan dekat.

Louisa adalah perempuan yang dingin. Acuh adalah ciri khas wajahnya. Ia lebih banyak beraksi daripada berbicara. Ia tak pernah keliru membuat analisa untuk memecahkan suatu misteri. Ditambah lagi kemampuan potografiknya yang sangat kuat. Kesibukan menjadi detektif membuatnya harus sering absen kuliah, meskipun teman-temannya tidak percaya adanya jenis pekerjaan yang ia geluti itu di dunia nyata. Tak pernah ada yang berhasil membujuknya untuk berangkat kuliah kecuali jika ia sendiri yang ingin pergi. Meskipun begitu, ia sangat disayangi oleh Dr. Ford, seperti menyayangi istrinya yang sudah meninggal.

Daniel dan Luoisa melakukan penyelidikan di berbagai tempat. Mulai dari TKP dan kediaman orang-orang yang terakhir kali ditemui Dr. Ford. Seperti rumah ibu Daisy (istri kedua Dr. Ford/ibu tiri Louisa), rumah pak Fransesco (sahabat Dr. Ford), dan rumah Caroline (kekasih dari pasien Dr. Ford yang beberapa waktu lalu meninggal). Pencarian terakhir membawa mereka pada komplotan pembunuh bayaran yang mengerikan, yang digerakkan oleh Arthur. Ini buka pertama kalinya Louisa harus berhadapan dengan mereka. Di beberapa kasus komplotan Arthur selalu bisa lolos dalam dugaan Louisa, bahkan pernah hampir tertangkap polisi. Namun Arthur kini berniat menyudahi perjalanan kotornya di dalam komplotan itu. Ia justru tertarik pada Louisa dan membantu memperingan kasus yang sedang ia tangani.

Di ruang kerja Dr. Ford ditemukan sidik jari tak teridentifikasi siapa pemiliknya. Louisa merasa ia sangat kenal dengan sidik jari tersebut, bahkan dekat sekali dengannya. Namun kemampuan fotografiknya tak bisa mencapai titik terang. Setiap kali mengingat pemilik sidik jari itu, Louisa merasa kelelahan karena mengerahkan energi yang sangat banyak. Ia berusaha mencari. Bukan sidik jari milik ibu Daisy, Lestari (bibinya), pak Fransesco, Caroline dan bukan pula milik Arthur. Namun jejak Arthur membawa Louisa pada misteri lain yang selama ini dirahasiakan padanya sejak kecil. Misteri lain tentang ibunya yang masih hidup.

Secara keseluruhan ceritanya cukup menarik. Pembawaan bahasa cerita membuatku nyaman saat membacanya seolah ikut memerankan karakter Louisa yang dingin. Hehe.. kelanjutan cerita selalu membuat penasaran dan sempat ikut menerka-nerka kira-kira apa ya yang akan terjadi lagi. Wah, pokoknya banyak hal yang diluar dugaan. Apalagi ketika Louisa bertemu kembali dengan ibu kandungnya setelah berpuluh tahun ia menganggap orang itu sudah meninggal. Novel dengan genre misteri/teka-teki ringan ini pas bagi kalian yang suka  dengan hal yang misterius.


2 Juli 2016 - 11.30

Ulasan Novel “Haji Backpacker” karya Aguk Irawan MN

|
Baca selengkapnya »

Sekilas dari halaman cover sudah membuatku tertarik dengan novel ini. Bagaimana tidak, dengan modal dibuatkan film inspirationalnya yang diproduksi di sembilan negara(Indonesia, Thailand, Vietnam, China, India, Tibet, Nepal, Iran, Saudi Arabia), seperti yang diceritakan kisah dalam novelnya sendiri. Judulnya pun sudah membuat penasaran. Kok ada haji kemana-mana pake backpacker. Dalam imajinasiku ini tokohnya pasti bersorban putih mau naik gunung. Hehe..

Novel ini berkisah tentang Mada, bujangan yang taat sekali pada aturan agama yang dianutnya, Islam. Ia tak pernah ketinggalan shalat, membaca dan menghafal Al-quran, bersedekah, dll. Ia selalu tunduk pada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Namun beberapa peristiwa yang ia alami membuat keyakinannya goyah akan kebesaran Allah.

Mada meminang seorang perempuan bernama Sofia, yang tak lain adalah teman masa kecilnya. Namun sebelum upacara peminangan dimulai, ia mendapati Sofia tak ada di ruang pengantin. Sofia telah pergi entah kemana. Pernikahannya pun gagal. Hal ini membuat jiwanya terguncang. Sama seperti beberapa waktu lalu akibat ibunya meninggal dunia. Mada merasa kembali terpukul. Ia sudah menjalankan seluruh perintah agama, namun tak merasa mendapat balasan yang setimpal dari Tuhannya. Keputusan untuk pergi meninggalkan rumah dan perintah agama membuat ayahnya terpukul. Dari sanalah ia memulai perjalanan panjang yang tak terduga dari berbagai negara.

Mada berubah menjadi liar. Tak gentar pada ancaman apapun yang datang meskipun ia berada di negeri orang. Yang ia tahu, ia hanya ingin berlari. Berlari dari kenyataan, berlari dari Tuhan. Kakak perempuannya, Mala, pernah menjemputnya di Thailand dan mengajaknya untuk pulang ke Indonesia. Sekaligus memberitahukan bahwa ayah tak henti-hentinya memikirkan dan merindukannya. Mada tetap tak mau pulang. Akhirnya Mala mengabarkan bahwa ayahnya pergi menunaikan haji dan juga pergi selamanya ke rahmatullah. Mada pun semakin berlari tak tentu arah. Ia tak mau tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri.

Pertemuannya dengan berbagai teman seperti Glen –teman suka dan duka ketika Mada dalam keadaan kacau, Marbel -yang mengingatkannya akan sosok Sofia, Guo Yuchian –ulama di China pelosok yang menemukannya sakit parah, Suchun –anak Guo Yuchian yang lembut hatinya, Syaukh Salahuddin –guru besar yang membimbingnya menuju cahaya kejelasan, serta tokoh-tokoh lainnya yang menyadarkan dirinya untuk kembali pada Sang Pencipta. Pada akhirnya ia paham, bahwa rangkaian peristiwa yang ia alami bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sudah direncanakan Allah karena Ia masih menyayanginya. Perjalanannya pun berakhir di tanah suci mekah menunaikan ibadah haji setelah mengunjungi kediaman terakhir ayahnya di sana.

Menurut pendapatku, secara setting, novel ini cukup menarik karena memberikan pengetahuan tertentu bagi pembaca mengenai keadaan di negara-negara yang sudah dilintasi Mada. Pemilihan kata saat menjelaskan keadaan mendebarkan juga mampu membuat saya ikut merasakan kekhawatiran pada suasana dan nuansa cerita.

Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penulis sebelum menerbitkan bukunya. Aku merasa kurang puas dengan bumbu-bumbu penyedap kisahnya. Penulis sering sekali menambahkan cerita mimpi Mada, lamunan Mada, dan flashback cerita kemudian kembali lagi ke cerita utama beberapa kali. Hal ini membuatku agak kebingungan. Aku seringkali kehilangan keutuhan runtutan cerita sehingga harus bolak balik membaca.

Konflik yang diusung dalam novel ini adalah konflik batin Mada yang terpuruk atas peristiwa yang dialami lalu menyalahkan Tuhan. Dari segi logika, menurutku kurang sreg jika konflik besar (dengan Tuhan) seperti ini bisa disebabkan hanya karena putus cinta dan kehilangan ibu. Padahal ia dan keluarganya taat beragama. Juga jika hanya karena perempuan, kok, kedengarannya agak lebay gitu, ya. Hehehe.. mungkin pemilihan diksi penulis kurang greget sehingga membuat tafsiranku seperti itu.

Dan yang paling fatal adalah banyak sekali ditemukan typo(salah ketik) dalam penulisannya. Hampir di setiap lembar selalu aku temukan typo. Margin penulisan juga tidak diatur menjadi Justify, tapi Align Text Left (rata kiri) sehingga membuat tampilan bacaan menjadi kurang rapi. Kedua hal ini membuat mataku agak risih dan terganggu. Kenyamanan pembaca dalam tampilan penulisan juga perlu diperhatikan.

Meski begitu, aku tetap membacanya sampai lembar terakhir. Secara keseluruhan novel ini cukup baik untuk dijadikan referensi bacaan pengetahuan. Apalagi dibonusin CD bimbingan manasik haji dan umrah. Bermanfaat sekali. Meskipun ulasanku agak sedikit pedas bukan berarti aku pandai membuat novel. Namun aku mengulas dari segi sebagai pembaca. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama belajar memetik pelajaran yang ada, mengambil manfaatnya dan membuang yang buruknya.


2 Juli 2016 – 10.15

Ulasan Novel “Haji Backpacker” karya Aguk Irawan MN

Posted by : Julina
Date :
With 4komentar
Next Prev
▲Top▲